Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Drum Minyak dan Peluit

Drum Minyak dan Peluit oleh Mazka Hauzan (Juara 2 Lomba Menulis Cerpen Nasional Gelis#2 (Gerakan Menulis #2) yang diselenggarakan oleh HIMA PGSD Kampus II FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2020)   Dalam pelukanku, Sabina menangis meraung-raung, menjerit-jerit sampai serak memanggil ayahnya, meski ia tahu sang ayah telah tiada: gugur sebagai syuhada. Tangannya menggapai-gapai, hendak meraih jasad sang ayah di balik punggungku, yang telah terbungkus kafan dan siap dikebumikan. Kubawa Sabina menjauh dari pekuburan. Sekian menit kemudian, telingaku menangkap sayup suara azan. Tak mampu lagi kutahan, air mataku menetes-netes. Dadaku sesak bukan buatan. Tuhan…. Mengapa… mengapa menjadi orang lemah terasa begini menyakitkan? *** Tlg kirimi ayah pulsa 100 rb di nmr 08xxxx ya. Penting. Ayah sdg di kantor polisi. Pesan singkat itu masuk ke ponsel Sabina sepuluh menit lalu. Ia baca pesan itu berulang kali. Hari gini , siapa saja yang telah terbiasa menggunakan ponsel untuk berkomunikasi dan bers

Luzaf Kazia

Luzaf Kazia Cerpen Mazka Hauzan (Dimuat di Flores Sastra, 30 November 2016)   Jarum panjang jam  telah ber putar  dua kali sejak Kazia mulai duduk di bangku taman ini . Namun,  ia tak kunjung beranjak pergi. Terpaan angin malam yang menusuk sumsum hampir-hampir tak ia indahkan. Berulang kali ia menggerak-gerakkan tubuh dengan gelisah, menimbulkan bunyi berkeriut pada bangku reot yang ia duduki. Ujung-ujung kemejanya mengusut karena jemari lentiknya tak henti memilin-milin. Pandangannya lurus ke arah jalan di sebelah timur taman yang telah lengang. Dari sanalah Luzaf, lelaki yang tengah ia nanti kedatangannya, ia perkirakan akan muncul. Sesekali ia menolehkan kepala ke kanan-kiri, menegaskan bahwa di taman kota yang tak cukup terawat ini, ia nyaris sendiri. Hanya ada dirinya, seorang pengemis paruh baya yang tengah menghitung pendapatan hari ini, dan laron-laron yang mengerubuti lampu-lampu taman. “Lumayan....” Samar-samar, gumaman si pengemis paruh baya terdengar oleh Kazia. Begitu